Suatu malam yang tenang, di antara batas tidur dan kesadaran, hadir sebuah perjalanan batin yang tak biasa. Dalam mimpi itu, kamu mendaki sebuah bukit yang rimbun, di mana pepohonan tumbuh lebat seolah menutup langit. Udara di sana terasa hidup — setiap embusan angin membawa aroma tanah dan dedaunan basah. Langkah demi langkah terasa ringan, seolah bukit itu memanggilmu naik, menuntunmu menuju sesuatu yang belum pernah kamu temui.
Sesampainya di puncak, terbentang pemandangan menakjubkan. Di sana berdiri beberapa rumah kuno, sederhana namun sarat kehangatan. Dindingnya dari kayu tua, atapnya dari jerami, namun aura yang memancar dari tempat itu terasa damai dan akrab. Para penduduknya, dengan senyum tulus dan tatapan lembut, menyambutmu seolah kamu adalah bagian dari mereka yang lama hilang. Dalam diam, kamu merasa seperti kembali ke rumah yang sudah lama ditinggalkan — rumah jiwa.
Kamu pun berjalan menyusuri puncak bukit itu. Alam terasa hidup. Angin berbisik, burung-burung bernyanyi, dan setiap langkah membawa ketenangan yang sulit dijelaskan. Hingga akhirnya, di ujung bukit itu, kamu menemukan sesuatu yang begitu menakjubkan: sebuah sungai besar yang jernih, mengalir lembut di ketinggian. Airnya memantulkan cahaya langit, bening hingga dasar terlihat. Kamu pun mendekat, membasuh wajah, dan merasakan kesegaran yang menyentuh hingga ke jiwa.
Namun, di tengah ketenangan itu, terdengar suara lembut namun kuat bergema dari arah yang tak terlihat:
> “Carilah mata air Handoyo.”
Kalimat itu bergema dalam kesadaranmu seperti panggilan dari dimensi yang lebih dalam. Saat terbangun, kata “Handoyo” terus terngiang, seolah menyimpan rahasia yang menunggu untuk diungkap.
Secara spiritual, mimpi ini bukan sekadar perjalanan di alam tidur. Ia adalah simbol perjalanan batin menuju sumber sejati kehidupan. Bukit melambangkan usaha mendaki kesadaran diri — semakin tinggi kamu naik, semakin dekat kamu dengan kebijaksanaan yang murni. Rumah-rumah kuno adalah simbol pengetahuan leluhur dan ingatan jiwa yang sudah lama terpendam. Sedangkan sungai jernih di puncak bukit menggambarkan kejernihan hati dan pikiran, keadaan di mana batin telah terbebas dari kabut duniawi.
Dan akhirnya, pesan tentang “mata air Handoyo” adalah panggilan untuk menemukan sumber kedamaian dalam dirimu sendiri. “Mata air” berarti sumber kehidupan, dan “Handoyo” dalam makna spiritual sering dikaitkan dengan kekuatan sejati, keselarasan, dan ketenangan abadi. Dengan kata lain, mimpi ini menuntunmu untuk mencari sumber kebijaksanaan di dalam dirimu sendiri, bukan di luar.
Setiap orang memiliki “mata air Handoyo”-nya masing-masing — tempat di mana jiwa merasa damai, di mana hati berbicara lebih jujur daripada logika, dan di mana energi semesta mengalir dengan lembut tanpa hambatan.
Dan mungkin, malam itu, lewat mimpi yang indah ini, alam semesta sedang berbisik lembut kepadamu:
> “Kamu sudah di jalan yang benar. Teruslah mendaki, dan temukan mata air di dalam hatimu.”

