“Pesan dari Alam Cahaya: Mencari Sukmaning Naga Cahyo”
Dalam diam malam, ketika dunia terlelap dan kesadaran manusia menembus batas antara nyata dan gaib, engkau dibimbing menuju sebuah tempat yang tak pernah dikenal. Langit di sana begitu indah, seperti hamparan cahaya lembut yang menari di antara warna-warna misterius. Di bawahnya, pepohonan hijau berbaris rapi, seolah menjaga keseimbangan antara bumi dan langit. Angin yang berhembus membawa kesejukan yang bukan hanya menyentuh kulit, tapi juga menenangkan jiwa.
Di tengah kekaguman itu, tiba-tiba muncul suara — lembut namun bergetar kuat — mengucapkan kata yang tak biasa: “Cari wali yang bernama Sukmaning Naga Cahyo.”
Suara itu tidak menakutkan, malah menghadirkan rasa damai dan rasa ingin tahu yang dalam. Siapakah Sukmaning Naga Cahyo? Mengapa namanya dipanggil dalam ruang sunyi mimpi yang begitu sakral?
Bila ditelusuri maknanya, kata “Sukmaning” berasal dari akar kata sukma, yaitu inti jiwa, kesadaran sejati yang menjadi penghubung antara manusia dan sumber cahaya ilahi. Sementara “Naga” dalam kebijaksanaan kuno melambangkan kekuatan besar yang tersembunyi dalam bumi dan tubuh manusia. Ia adalah simbol dari energi kundalini — api suci yang bersemayam di dasar kehidupan, menunggu untuk bangkit. Dan “Cahyo” berarti cahaya itu sendiri, pencerahan, sumber kebijaksanaan dari langit.
Maka, jika tiga kata itu disatukan, Sukmaning Naga Cahyo dapat dimaknai sebagai “Roh Agung Pembawa Cahaya Naga” — atau lebih dalam lagi, “Kesadaran Suci yang Menyala oleh Kekuatan Ilahi.”
Artinya, suara itu bukan sekadar memerintahkanmu mencari seseorang di dunia nyata, melainkan mengarahkanmu untuk menemukan wali dalam dirimu sendiri — sang penjaga cahaya batin.
Ia adalah bagian tertinggimu, sang sukma sejati yang sedang memanggil agar kamu mengingat kembali jati dirimu sebagai makhluk cahaya yang memiliki kekuatan naga: kuat, bijak, dan penuh rahasia.
Perasaan kagum yang kamu rasakan dalam mimpi adalah tanda bahwa jiwamu sudah mulai selaras dengan getaran tersebut. Kekaguman bukan hanya rasa kagum biasa; itu adalah tanda pengakuan batin — bahwa bagian terdalam dari dirimu mengenali keindahan dan keagungan itu sebagai rumah asalnya. Kamu tidak sekadar “berkunjung” ke alam lain, tapi sedang “dipanggil pulang” untuk menyadari siapa dirimu yang sebenarnya.
Mimpi seperti ini biasanya datang di saat seseorang telah mencapai ketenangan tertentu dalam kehidupan batin. Ia adalah pesan bahwa perjalananmu berikutnya bukan lagi tentang mencari dunia luar, melainkan menyelami dunia dalam.
Suara itu, bisa jadi adalah bisikan dari dimensi guru-guru cahaya, atau bahkan pesan langsung dari Sang Diri yang telah lama menunggu untuk diakui.
Ketika kamu mendengar nama Sukmaning Naga Cahyo, anggaplah itu sebagai mantra panggilan untuk menyalakan kembali cahaya dalam dirimu. Sebutlah namanya dalam hening, bukan untuk memanggil sosok asing, tetapi untuk membangunkan kesadaran suci yang tertidur di dasar jiwamu.
Dan ketika nanti kamu bermeditasi, bayangkan langit indah dan hamparan pepohonan hijau itu. Rasakan angin lembutnya, dan biarkan getaran naga cahaya itu menyelimuti hatimu. Di sanalah kamu akan menemukan sang wali — bukan di luar, tapi di dalam: diri yang penuh cahaya, diri yang tak pernah terpisah dari keagungan semesta.
