--> Skip to main content

Kemajuan Zaman VS Pasar Loak

Hallo sobat pembaca blog ini, selamat berjumpa lagi di artikel yang baru, yang selalu membuat para pembaca ketagihan membaca di blog tercinta ini. Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan sebuah artikel yang agak sedikit nyentrik mengenai sebuah kata "pasar loak."


Ada yang terenyuh dihati kecil ketika menyaksikan penggusuran terhadap pasar loak beberapa waktu yang lalu. Pasar tersebut, oleh pemda setempat, dianggap tidak lagi layak pakai, dan hanya merusak keindahan tata kota..

Memang pasar tersebut terletak persis diantara mall dan plaza. Jadinya pasar loak tersebut dianggap sebagai kotoran tahi lalat dalam sepotong kue nastar yang harus dibuang. Namun jujur saja, sebagai manusia yang hidup tidak menentu dan yang mungkin telah diloakkan oleh zaman, penggusuran pasar loak itu sungguh sangat menyakitkan dan pedih.

Hidup semakin susah dan zaman yang semakin kejam dan edan. Ketika dompet kering dan sulit mencari pinjaman, pasar loak tampil sebagai hero (penolong). Lalu jika pasar itu digusur, kemana lagi harus meloakkan barang jika suatu saat terjepit tuntutan hidup yang semakin tidak menentu.

Jangan menyuruh kami untuk pinjam uang di Bank, sebab itu sama saja menjeratkan kawat keleher sendiri. Bank memang memberikan pinjaman, namun apa yang bisa dijadikan jaminan, kalau hanya untuk "mengapel" (dating) saja terpaksa meloakkan celana jeans yang telah butut?

• • • • • 

By the way, tidak ada salahnya jika pasar loak itu saya sebut oasis, sumber kehidupan manusia yang terpanggang dan ditendang oleh zaman. Ekonomi yang sulit, dan isi dompet yang selalu menjerit dan kering dengan lembaran-lembaran bergambar bung karno (uang) menjadikan pasar loak itu begitu akrab dengan kesulitan dan derita kaum bawah yang mungkin tak pernah berbicara tentang mimpi dan gengsi.

Jangan bicara gengsi ketika tak ada alternatif lain seperti pasar loak. Gengsi itu kebodohan yang tertutup materi. Lagi pula apa bedanya barang baru & bekas? Silahkan jalan-jalan ke mall yang terkenal dan plaza yang mewah  dan pilihlah satu buah barang yang kita senangi.

Sadar atau tidak, disaat kamu membayar  disaat itu pula barang yang kamu beli telah menjadi barang bekas he..he..
Karena itu jangan bicara tentang gengsi dan jangan mengaitkannya dengan pasar loak. Karena budaya loak sendiri bukan hanya monopoli pasar loak.

Diwarung remang-remang maupun yang secara terang-terangan berlabel prostitusi, begitu marak dengan budaya loak. Ibu-ibu dan gadis-gadis yang hidupnya kesulitan dan dengan sangat terpaksa meloakkan tubuh dan moral mereka.

Ini bukan dongeng yang di dramatisir, tapi kenyataan pahit yang harus kita telan. Bahwa disisi lain kehidupan kita, ada kehidupan lain yang terpaksa meloakkan tubuh dan moral untuk tetap bisa bernafas demi menyambung kehidupan, meski telah meloakkan tubuh tetap saja kebutuhan hidup belum mencukupi.

Lalu ketika surat kabar menulis berita di media cetak tentang peloakkan celana dalam Marlyn Monroe seharga sekian juta dollar, hati kecil serasa ditampar sekaligus disadarkan. Bahwa ditengah bangsa yang tinggal landas ini, harga tubuh dan moral lebih murah dari harga celana dalam bekas he..he..

Ok semoga bagi pembaca blog tercinta ini berfikir seribu kali untuk meloakkan tubuh dan moralnya. Dan semoga apa yang saya bagikan bisa membuka wawasan kita kedepan agar lebih jernih dalam mengambil keputusan.



Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar